Pernakah kamu merasakan menerbangkan diri dari Jakarta menuju Pekanbaru namun dengan biaya yang lebih hemat melalui Kuala Lumpur? Aku telah mengalaminya. Lebih dari itu, bukannya cuma satu kali saja. Harga tiket pesawat untuk rute Jakarta–Kuala Lumpur–Pekanbaru ternyata bisa didapatkan dengan tarif yang lebih murah daripada jika memilih jalur langsung Jakarta–Pekanbaru. Meski sebenarnya, kalau dilihat dari segi jarak dan durasi perjalanannya menjadi lebih lama.
Ternyata, tidak cuma untuk perjalanan ke Pekanbaru. Untuk penerbangan ke Medan atau Banda Aceh juga bisa lebih hemat kalau melalui Kuala Lumpur. Saya mengkalkulasi bahwa selisihnya dapat mencapai ratusan ribu sampai lebih dari satu juta rupiah, bergantung pada musiman serta maskapainya.
Ironisnya bukan cuma tentang nomor yang muncul saat memesan tiket. Ini sebenarnya menggambarkan suatu paradoksal di bidang perjalanan udara kita—di mana terbang ke luar negeri jadi lebih hemat dibanding pulang ke kampung halaman sendiri.
Biaya Tidak Wajar: Penerbangan Ke Luar Negeri Lebih Hemat daripada Domestik
Berdasarkan statistik internasional, harga tiket penerbangan dalam negeri di Indonesia berada di urutan kedua sebagai yang termahal di planet ini, hanya dibuntuti oleh Brazil. Berbagai faktor seperti harga bahan bakar aviasi yang tinggi, bea masuk bandara, batasan pada jumlah perusahaan penerbangan, serta ketidakjelasan aturan penetapan tarif turut mendorong naiknya biaya tersebut.
Justru, rute internasional seperti Jakarta–Kuala Lumpur atau Jakarta–Singapura mendapat banyak promosi dari maskapai luar negeri.
Maskapai-maskaip seperti AirAsia, Scoot, serta Batik Air Malaysia berkompetisi ketat dalam menarik penumpang, membuat harganya menjadi sangat bersaing.
Pergi Transit: Ekonomis dan Menangkan “Perjalanan Pendek” Spesial
Banyak wisatawan—saya termasuk dalamnya—menemukan solusi untuk masalah ini. Apabila tidak terburu-buru, pilihan yang saya ambil adalah melakukan transit selama 2–4 jam di KLIA. Selama menunggu, beberapa aktivitas yang dapat dilakukan antara lain:
Menghabiskan waktu di gerai-gerai bebas cukaiMerayu camilan lezat dan terjangkau, seperti produk-produk unggulan MalaysiaMenyelami atmosfer terminal udara yang moderen bersama fasilitas kursi empuk dan nuansa rileksYang kadang hanya minum secangkir kopi sembari menyaksikan penerbangan datang pergi
Di luar KLIA, saya juga sempat menggunakan layanan transito melalui Singapura untuk jalur yang sama, seperti ketika menuju ke Medan atau Pekanbaru. Akan tetapi, opsi waktu tersedia cukup terbatas dan pengeluaran untuk biaya hidup di dalam Bandara Changi umumnya lebih mahal.
Di KLIA, makanan, berbelanja, hingga cemilan dapat menjadi lebih terjangkau, khususnya bila Anda berniat membawa buah tangan bagi kerabat di rumah.
Refleksi: Menghemat secara Pribadi, Merugikan secara Nasional
Tentu saja, untuk setiap orang, taktik ini memberikan keuntungan yang signifikan. Menghemati biaya perjalanan, mendapatkan pengetahuan baru, serta membawa cinderamata pulang.
Tetapi, apabila dilihat secara lebih luas, hal ini merupakan wujud nyata dari “pengeluaran devisa”.
Coba bayangkan, seorang warga negara Indonesia yang berencana melakukan perjalanan dalam negeri, ternyata harus melewati wilayah negara tetangga terlebih dahulu, mulai dari berbelanja, makanan hingga penginapan semuanya dilakukan di tempat tersebut.
Di sisi lain, para pembuat keputusan sepertinya mengabaikan hal ini, dan maskapai dalam negeri masih bersaing untuk memperoleh untung dari rute domestic yang dianggap “aman secara ekonomi”.
Tidak terdapat dorongan bagi penurunan tarif, dan juga tak ada langkah berani untuk menjadikan penerbangan dalam negeri lebih bersaing.
Mendekati Penyelesaian: Hindari Keterikatan pada Keanehan
Sudah saatnya sektor penerbangan domestik melakukan perbaikan:
Pemerintah perlu mengkaji kembali struktur harga, biaya operasional, dan juga dukungan fasilitas di bandara. Maskapai nasional harus semakin giat bertanding dengan cara yang jujur dan penuh kreasi. Diperlukan upaya agar masyarakat domestik tidak selalu dipaksa merasa harus transit dahulu ke negara lain cuma karena ingin mendapatkan tiket yang lebih murah.
Penutup
Indonesia merupakan negeri kepulaunya yang paling luas di seluruh dunia. Hubungan melalui jalur udara seharusnya menjadi penyambung, bukannya pembatas antara pulau-pulo tersebut.
Uniknya, agar dapat pulang ke tempat asal, saya serta banyak penduduk Indonesia malah perlu singgah terlebih dahulu di negara tetangga hanya demi mendapatkan harga yang lebih reasonable.
Harapannya kelak, saya dapat terbang langsung dari Jakarta menuju Pekanbaru, Medan, ataupun Banda Aceh dengan mudah serta biaya yang masuk akal, tidak perlu singgah lebih dulu hanya untuk membeli cokelat di KLIA.
Penulis: Merza Gamal (Mantan Gaul Banyak Acara & Penggemar Petualangan)