Bertaruh dengan Iran: Dampak Ekonomi dan Strategis Penutupan Selat Hormuz


Iran sudah melakukan serangan balasan, namun Selat Hormuz masih tetap terbuka. Kenapa Teheran enggan mewujudkan ancamannya? Negara-negara seperti China serta para tetangga dekat Iran dikabarkan memiliki peranan dalam pengambilan keputusan ini?

Beberapa hari terakhir, dunia tampaknya mengadakan nafas. Konflik yang sedang berlangsung antara Israel, AS, dan Iran seolah-olah tak akan memburuk lagi paling tidak dalam waktu dekat.

Iran memutuskan untuk menjaga martabatnya dengan menggelar serangan pada basis militer Amerika Serikat di Qatar, suatu tindakan yang dipandang oleh para pemain di bursa saham sebagian besar menunjukkan langkah menuju pengurangan tensi.

“Ini adalah serangan balas yang cukup kuat untuk mendapatkan perhatian media dan cukup terkendali sehingga tidak menimbulkan goncangan signifikan pada pasar minyak,” kata Stephen Innes dari SPI Asset Management seperti dilaporkan Reuters.

Segera
paska serbuan awal minggu ini
, harga minyak kian anjlok drastis. Tetapi, Iran memiliki pilihan berkuasanya sendiri. Negara itu bisa menciptakan gangguan signifikan terhadap ekonomi dunia lewat blokade di Selat Hormuz.

Namun, adakah manfaat sebenarnya dari hal tersebut — atau justru ini lebih seperti sebuah tantangan?

gol bunuh diri?

Mengapa perdagangan minyak sangat berarti untuk Teheran?

Administrasi Informasi Energi AS (EIA) mencatat bahwa “ekonomi Iran cukup beragam jika dibandingkan dengan kebanyakan negara-negara Timur Tengah lainnya.” Meskipun demikian, produk-produk dari industri dalam negeri mayoritas dieksportasikan ke pasar lokal saja.

Karenanya, pengeksporan minyak serta hasil-hasil dari pengolahan minyak masih menjadi hal yang penting.
sumber penghasilan utama untuk pemerintahan di Teheran
Produk-produk itu menyumbang lebih dari 17% dari total ekspor negeri tersebut, di mana gas alam berkontribusi sebanyak 12%.

Berdasarkan EIA, Iran menduduki peringkat empat sebagai produsen minyak mentah terkemuka di antara anggota OPEC pada tahun 2023, serta menempati posisi ketiga sebagai pengeboran gas kering tertinggi secara global pada tahun 2022 (gas alam dengan setidaknya 85% metana, yang memiliki jumlah gas condensate seperti hidrokarbon minimal).

BACA JUGA:  Kronologi Aldy Eks CJR Dituding Tipu Penggemar dengan Akal-Akalan Makan Malam Seharga Rp500 Ribu

Iran mengimpor minyak walaupun sedang dalam keadaan sanksi.
Maaf atas kesalahan sebelumnya. Berikut adalah versi yang benar sesuai dengan pernyataan awal:
Iran tetap mengekspor minyak meski dihadapi dengan adanya sanksi.

Walaupun Iran sudah menerima sanksi selama bertahun-tahun, ini tidak menghentikan pemerintahannya di Teheran untuk mengeksport minyak. Khususnya, China mendapat keuntungan darinya: pada tahun 2023, China membeli sekitar 90% dari total ekspor minyak Iran.

Di bulan Maret 2024, Financial Times melaporkan pernyataan Javad Owji, mantan Menteri Minyak Iran, yang menyebutkan bahwa hasil ekspor minyak negerinya mencapai angka lebih dari 35 miliar dolar AS di tahun 2023.

Berdasarkan laporan Bank Dunia, selama periode bulan April hingga Desember 2023, sektor minyak memberikan kontribusi lebih dari 8% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) di Iran. Selain itu, estimasi yang diberikan oleh firma analitika Vortexa mengindikasikan bahwa kinerja sektor tersebut kemungkinan akan meningkat secara signifikan pada tahun-tahun mendatang.

Cina: Mitra dagang penting

Akibatnya, Iran akan mengorbankan kepentingannya sendiri dengan menyumbat Selat Hormuz. Pendapatan dari sektor minyak tak hanya berdampak pada negara mereka saja, melainkan juga akan mengecewakan mitranya dalam perdagangan, yaitu Cina, yang menjadi salah satu penerima oil tersebut.
beruntung karena membeli minyak dengan harga murah
.

Saluran televisi Iran International yang berlokasi di London mengestimasi bahwa Teheran menjual minyaknya dengan potongan harga sekitar 20% dibandingkan harga pasaran global akibat risiko konsekuensi dari sanksi Amerika Serikat. Saluran ini juga menyebutkan bahwa pabrik pengolahan minyak milik China merupakan pembeli utama untuk kiriman minyak ilegallya oleh Iran.

Pedagang perantara mencampurnya dengan pengiriman dari negara lain, dan minyak tersebut kemudian dinyatakan di Beijing sebagai minyak yang diimpor dari Singapura atau negara asal lainnya.

Berdasarkan laporan Rystad Energy, firma penelitian energi mandiri yang berkantor pusat diNorwegia, China membeli sekitar 11 juta barel minyak mentah setiap harinya, dengan kira-kira 10% atau satu juta barel berasal dari Iran.

BACA JUGA:  Elon Musk Merasa Tidak Adil Setelah Kritiknya terhadap Trump: "Terlalu Berlebihan"

Sanksi ini akan berdampak pada negara-negara di sekitarnya.

Sanksi ini juga bakal menciptakan kendala untuk negara-negara sekitar Iran. Negara seperti Kuwait, Irak, serta Uni Emirat Arab turut menggunakan rute itu untuk pengiriman minyak mereka.

Dalam unggahan LinkedIn-nya, ekonom Justin Alexander, yang merupakan analis wilayah Teluk, menyatakan bahwa apabila Teheran menghalangi Selat itu, maka hal tersebut dapat “menghancurkannya.”
aliansi yang tersisa
yang tetap dia miliki bersama negara-negara di wilayah itu.

Apakah Iran sungguh-sungguh berniat untuk memblokir Selat Hormuz? Hal ini juga dipertanyakan. Homayoun Falakshahi dari perusahaan analitis Kpler menyampaikan pada televisi Jerman bahwasanya dia percaya pemblokadian itu bakal mendorong respon militer segera dan besar dari Amerika Serikarta serta negara-negara di Eropa. Menurutnya, kemungkinan terbesarnya adalah Iran hanya bisa menutup selat tersebut maksimal satu hingga dua hari saja.

Ekonomi Iran sedang terpuruk

Selanjutnya, apabila kondisi ekonomi Iran tetap memburuk, masyarakat Iran akan mengalami konsekuensi yang cukup keras. Menurut Djavad Salehi-Isfahani, seorang professor ilmu ekonomi dari Virginia Tech di Amerika Serikat, menyampaikan pada DW bahwa kualitas hidup warga Iran sudah menurun hingga mencapai tingkat seperti dua dekade silam karena aneka macam embargo.

Hukuman tidak hanya menimpa sektor minyak, melainkan juga mencakup aktivitas perbankan dan pembayaran internasional dengan Iran, yang pada gilirannya memicu kenaikan harga barang.

Inflasi naik drastis sejak awal tahun ini, mencapai lebih dari 38,7% pada Mei 2025 jika dibandingkan dengan periode sama di tahun 2024. Campuran efek sanksi serta kurs mata uang yang lemah telah menjadikan biaya hidup sehari-hari kian tinggi untuk warga negara Iran.


Artikel ini awalnya dipublikasikan dalam versi Bahasa Jerman.


Diadaptasi oleh Ayu Purwaningsih


Editor: Agus Setiawan

ind:content_author: Insa Wrede

Check Also

Prabowo Luncurkan Bersama 15 Proyek EBT di Seluruh Indonesia, Investasi Capai Rp 25 Triliun

Prabowo Luncurkan Bersama 15 Proyek EBT di Seluruh Indonesia, Investasi Capai Rp 25 Triliun

BANYUWANGI, Presiden Prabowo Subianto mengumumkan penyerahan resmi serta pemulangan konstruksi energi berkelanjutan (EBT) pada 15 …