Pernahkah kamu memperhatikan? Belakangan ini, notifikasi dari bank di ponselmu terasa lebih agresif. Ada tawaran cashback untuk pembukaan rekening, undian berhadiah mobil, hingga bunga simpanan yang sedikit lebih manis dari biasanya.
Di permukaan, ini tampak seperti layanan pelanggan yang baik. Tapi jika kita mengintip ke balik layar, kita akan melihat sebuah drama yang sedang memanas. Sebuah “perang” besar sedang terjadi di antara raksasa-raksasa perbankan. Medan perangnya? Saldo di rekening tabunganmu.
Data terkini dari Bank Indonesia (BI) serta komentar dari beberapa pemimpin bank besar sudah menandai dimulainya persaingan ini. Perkembangan dana milik publik yang dititipkan ke bank—yang juga dikenal dengan istilah Dana Pihak Ketiga atau DPK—sedang mengalami perlambatan. Sampai Mei 2025, tingkat pertumbuhannya mencapai 3,9% saja, turun dibanding periode-periode sebelumnya.
Secara singkat, simpanan nasional yang dulunya tumbuh dengan cepat sudah mulai melambat. Ketika jumlahnya jadi terbatas, semua pihak berlomba-lomba mencoba mendapat bagian terbesarnya. Ini adalah cerita tentang strategi yang digunakan bank-bank dalam persaingan meraup dana murah serta implikasi hal itu bagi kita semua.
Perang tabungan semakin panas karena pertumbuhan dana mulai melambat. Untuk tetap menjaga likuiditasnya, bank-bank bersaing ketat dalam merebut deposito dari para nasabah menggunakan beragam taktik yang kreatif. – Tiyarman Gulo
Tiga Strategi Kunci pada Lapangan Pertempuran likuiditas
Saat mendapatkan dana menjadi lebih rumit, para pemimpin bank pun memperlihatkan keterampilan terbaiknya. Berdasarkan informasi yang tersedia, kita dapat menyaksikan tiga pendekatan utama yang digunakan.
Trik 1: “Gempuran Lengkap” Seperti yang Digunakan oleh Perbankan Tradisional
Bank Oke Indonesia (DNAR) mewakili pendekatan klasik ini. Mereka tidak mau kehilangan satu jengkal pun wilayah. Strateginya adalah “serangan total” dari segala penjuru.
Hargai Senjata. Memberikan tingkat bunga tabungan yang lebih bersaing secara terpilih untuk menarik pelanggan.
Benteng Digital. Menguatkan aplikasi seluler dan perbankan daring untuk mempermudah pembukaan akun serta transaksi dengan hanya menggerakkan jari.
Serangan Pemasaran. Menjalankan program keanggotaan, pengembalian uang tunai, lotere dengan hadiah menarik, serta penawaran paket produk.
Inilah langkah yang masuk akal: buatlah produk Anda se-menawan mungkin, se-sempurna mungkin dalam hal kemudahan akses, serta lakukan pemasaran secara sangat gencar. Targetnya pun jelas yaitu mencapai pertumbuhan Deposito Perkreditan Kepada Publik (DPK) antara 6-8%, sementara itu konsentrasi utamanya ada pada pengumpulan dana murah (CASA) agar dapat mengurangi beban biaya.
Taktik 2: “Bergerak Secara Gerilya dalam Pasar Khusus” versi Bank Syariah
Sebaliknya, Bank Syariah Indonesia (BSI) memutuskan untuk mengambil jalan yang berbeda. Mereka menyadari bahwa bertanding dalam ‘pertempuran harga’ melawan seluruh bank akan sulit dimenangkan. Oleh karena itu, mereka menggunakan strategi seperti ‘peperangan gerilya’, fokus pada segmen pasarnya sendiri yang sangat terfokus.
Direktur Sales & Distribution BSI, Anton Sukarna, menggarisbawahi bahwa keistimewaan mereka terletak pada prinsip-prinsip syariah. “Inilah yang membedakan kita,” katanya. Bank Syariah BSI tak sekadar menjajaki produk, melainkan juga jati diri. Sasaran utamanya adalah para nasabah setia berdasarkan persamaan nilai, kelompok ini umumnya lebih konsisten dan enggan berganti hanya gara-gara perbedaan suku bunga sebesar 0,1%.
Mereka meningkatkan strateginya melalui kegiatan seperti BSI International Expo, tempat mereka bukan saja menjual produk, tetapi juga membentuk komunitas serta mendapatkan sejumlah besar pelanggan baru dalam satu area. Ini merupakan pendekatan jenius untuk menambah jumlah dana ritel dengan biaya minimal.
Taktik 3: “Benteng Pertahanan” versi Bank Jakarta
Selanjutnya terdapat Bank Jakarta (yang dulunya bernama Bank DKI), yang memilih strategi pertahanan. Kepala Eksekutif bank tersebut, Agus H Widodo, berkata secara transparan, “Kesulitan mendapatkan sumber pendanaan yang murah kian meningkat dan kompetisinya sangat ketat.”
Alih-alih berusaha keras untuk melancarkan serangan, perhatian mereka beralih menuju mempertahankan likuiditas dan mutu aset. Hal ini merupakan indikator yang cukup signifikan. Bank Jakarta menyadari bahwa pada saat kondisi ekonomi sedang sulit, memberikan pinjaman dengan cara agresif dapat berbalik merugikan terhadap bank tersebut. Kenaikan risiko non-performing loan (NPL) semakin tinggi.
“Kunci kita saat ini adalah mempertahankan likuiditas… agar tidak terjadi penyusutan dalam kualitas aset,” ujar Agus. Bahkan mereka mencapai tahap di mana pemberian pinjaman mulai dikurangi dengan sengaja. Tujuan utamanya bukannya untuk berkembang semaksimal mungkin, tetapi lebih kepada bertahan sebaik-baiknya.
Kemudian, Apakah Maknanya bagi Keuangan Kami dalam Perang Ini?
Kisah perselisihan antara para bankir ini mungkin tampak jauh dari keseharian kita. Namun, pengaruhnya dirasakan secara langsung, entah itu manfaat atau kerugian.
Sisi Cerah (Kepentingan Jangka Pendek)
Sebagai pelanggan, kita adalah pihak yang dicari oleh bank. Hal ini menempatkan kita pada posisi menguntungkan. Lembaga keuangan tersebut akan bersaing ketat untuk menyajikan tawaran terpilihannya. Saatnya sebagai konsumen bijaksana; teliti promosi mereka, gunakan insentif seperti cashback, serta pertimbangkan untuk mentransfer saldo Anda bila ada opsi lain dengan kondisi lebih baik.
Sisi Negatif (Dampak Jangka Panjang)
Pemberian sinyal “peringatan kredit” oleh Bank Jakarta merupakan indikasi yang perlu diwaspadai. Apabila jumlah bank yang bertindak secara defensif meningkat akibat kesulitan dalam memperoleh dana dengan bunga rendah, hal ini dapat berdampak demikian,
Ketersediaan Kredit Menjadi Lebih Ketat. Melakukan pengajuan KPR, kredit kendaraan bermotor, ataupun pinjaman untuk modal bisnis mungkin akan mengalami peningkatan dalam tingkat kesulitan serta kebijakan persyaratan yang semakin ketat.
Kenaikan Suku Bunga Kredit Mungkin Terjadi. Bank dapat meningkatkan tingkat suku bunganya untuk mengatasi beban biaya dana yang signifikan.
Perekonomian Berjalan Lamban. Kredit bertindak seperti minyak untuk mekanisme perekonomian. Bila arus kredit mengalami hambatan, perluasan usaha dapat tertahan, konsumsi masyarakat berpotensi turun lebih lanjut, serta pertumbuhan ekonomi secara umum bisa terancam.
Sebuah Cermin Kondisi Ekonomi
Akhirnya, perang tabungan ini mencerminkan situasi ekonomi yang lebih luas. Pertumbuhan deposito perkreditan melambat, khususnya pada dana pribadi yang malah mengalami kontraksi, menandakan bahwa kapabilitas masyarakat dalam menyimpan uang tengah mendapat tekanan.
Oleh karena itu, saat Anda menemukan iklan promosi tabungan yang terlihat sangat menggoda berikutnya, pikirlah kembali tentang apa yang ada di baliknya. Ini tidak hanya merupakan strategi pemasaran normal; sebaliknya, ini adalah bagian dari pertempuran besar untuk mempertahankan aliran darah sistem perbankan serta iklim finansial kita bersama. Sebagai pelanggan, kita memiliki kesempatan untuk merasakan manfaat dari hal tersebut, tetapi kita juga harus waspada terhadap potensi ancaman yang mungkin timbul.