Bank-Bank Besar Berbondong-bondong Rilis Obligasinya, Ini Artinya Apa?


.CO.ID – JAKARTA.

Beberapa bank besar akan segera mengeluarkan obligasi. Tindakan perusahaan ini dipandang sebagai langkah untuk memperluas berbagai sumber pembiayaan guna menanggulangi tekanan likuiditas yang masih menjadi masalah.

Menurut data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), indikator likuiditas seperti Loan to Deposit Ratio (LDR) pada bulan Maret 2025 menunjukkan angka 87,95%, sedikit meningkat dibandingkan dengan January yang stabil di 87,93% sampai ke Februari.

Pada saat bersamaan, menurut catatan Bank Indonesia (BI), pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) semakin merosot. Pada Bulan April Tahun 2025 misalnya, DPK hanya bertambah sebesar 4,4% secara year-on-year (YoY). Bahkan di bulan sebelumnya, DPK masih bisa naik menjadi 4,7% YoY. Meski demikian, hal tersebut tetap merupakan penurunan jika kita bandingkan dengan capaian pada Januari yang berhasil tumbuh hingga 5,3% YoY.

Dalam situasi likuiditas tersebut, ada lima bank yang berencana untuk mengeluarkan obligasi dalam jangka waktu singkat ini.


Perusahaan-perusahaan Banyak Meluncurkan Obligasi, Sektor Pertambangan dan Perbankan Unggul

Bank yang dimaksud adalah PT Bank Syariah Indonesia (BSI) Tbk, PT Bank OCGB NISP Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, serta PT Bank Mandiri Taspen. Terhadap BSI dan BRI, kedua bank ini berniat untuk mengeluarkan surat utang dengan fokus pada aspek lingkungan dan sosial.

Setiap bank tersebut memiliki target pengumpulan dana yang berbeda-beda. BSI mengincar dana sekitar Rp 5 triliun, OCBC NISP bertujuan untuk mencapaiRp 1,5 triliun, BRI juga menargetkan dana sebesar Rp 5 triliun, serta Mandiri Taspen ingin mendapatkan dana senilai Rp 1,5 triliun.

Beberapa di antaranya memiliki kewajiban yang akan jatuh tempo segera dan berencana untuk mengeluarkan kembali dana, misalnya PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI).

BACA JUGA:  Supaya Hemat, Ini Dia Trik Menabung Setiap Minggu

Arianto Muditomo, yang merupakan pengamat perbankan dan praktisi sistem pembayaran, mengomentari bahwa peningkatan jumlah emiten obligasi mencerminkan usaha untuk meningkatkan ragam saluran pendanaan guna mendorong pertumbuhan ekspansi perbankan. Di samping itu, ia juga menyatakan ada janji bank terhadap pembiayaan jangka panjang.

Meskipun demikian, Arianto tidak membantah ada indikasi pengurangan likuiditas. “Dana Pihak Ketiga (DPK) bertambah perlahan karena masyarakat lebih memilih instrumen investasi alternatif, sedangkan permintaan untuk pembiayaan semakin naik,” jelas Arianto saat diwawancarai oleh pada hari Rabu, 11 Juni.


Obligasi Perusahaan Menjadi salah satu Pilhan Berinvestasi

Pendapat yang sama juga disampaikan oleh Economist dan Direktur dari institut penelitian Segara, Piter Abdullah. Menurutnya, bank sedang mencari sumber pembiayaan tambahan selain Deposit Berjangka Pelanggan (DPK).

Namun, ia menggarisbawahi bahwa itu bukan hanya tanda dari ketidaklancaran likuiditas saja. Justru tingkat suku bunga lah yang menjadi indikator utamanya.

Okki Rushartomo, Sekretaris Perusahaan BNI, menyebut bahwa rencananya menerbitkan surat utang adalah langkah BNI dalam mengembangkan sumber pembiayaan.

Sekarang ini, BNI memiliki tanggung jawab untuk menyelesaikan Obligasi Berwawasan Lingkungan (Green Bond) Seri A Tahun 2022 sebesar Rp 4 triliun yang akan matang pada tanggal 21 Juni mendatang.

Untuk menyelesaikannya, BNI sesuai dengan saran Okki sedang mempertimbangkan alternatif penerbitan surat utang baru. “Selain itu, kami punya pilihan lain yakni penggalangan dana lewat penawaran surat utang khususnya jenis ESG,” jelas Okki.

Sebagaimana dikatakan oleh Okki, dana tersebut sebelumnya sudah dipakai untuk memperluas bisnis, mengganti pinjaman lama, serta menyesuaikan struktur utang bank. Dari jumlah total itu, 70% diarahkan menuju proyek-proyek yang termasuk dalam kategori kegiatan usaha ramah lingkungan (KUBL).


Perusahaan Banyak Meluncurkan Obligasi dan Sukuk Bernilai Besar di Tahun Depan 2025

BACA JUGA:  Kecelakaan di Jerez Dorong Marc Marquez Raih Kemenangan MotoGP Prancis 2025

Okki menunjukkan bahwa terdapat sebesar Rp 4,36 triliun atau setara dengan 87,26% dari total dana yang sudah masuk.

Berikut rincian anggarannya: energi terbarukan senilai Rp 343 miliar (7,9%), sistem transportasi hijau dengan nilai Rp 2,31 triliun (53,1%), bangunan berteknologi ramah lingkungan mencapai Rp 336 miliar (7,7%), penanganan sampah menjadi energi serta manajemen limbah sebanyak Rp 569 miliar (13,1%), dan pemanfaatan sumber daya alam serta lahan secara lestari yaitu sebesar Rp 798 miliar (18,3%).

Jika rencana penawaran obligasi oleh BNI terwujud, pasar obligasi hijau perbankan kemungkinan besar akan menjadi lebih ramai. Bahkan, sesuai dengan prospektusnya, BSI berencana menggunakan dana hasil emisi ini untuk mendanai sektor usaha yang termasuk dalam Kelompok Usaha Bersama Lokal (KUBL).


Lancarkan Pembayaran Hutang dan Kumpulkan Dana Operasional, Perusahaan Energi Berbondong-bondong Mengeluarkan Obligasi

Untuk dana dari BRI, uang tersebut akan dialokasikan untuk mendanai kegiatan usaha yang memiliki orientasi sosial (KUBS), termasuk akses ke pelayanan penting, pembangunan rumah bersubsidi, serta pengadaan pekerjaan baru.

Di sisi lain, dana yang dikumpulkan oleh Bank Mandiri Taspen serta OCBC akan dialokasikan untuk memperluas portofolio kredit melalui pembiayaan berjangka panjang.

Check Also

Keuntungan Berinvestasi Emas: Langkah Menuju Keuangan Stabil di Masa Depan

Keuntungan Berinvestasi Emas: Langkah Menuju Keuangan Stabil di Masa Depan

Apa saja keuntungan investasi emas Di lingkungan investasi yang berubah-ubah dan tidak menentu, emas masih …